Kelurahan Jabungan merupakan sebuah kelurahan yang berada di Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang. Daerah ini dikelilingi oleh perbukitan yang indah dan mempunyai potensi untuk dikembangkan spot wisata di Kota Semarang. Tetapi dibalik keindahan bukit di Jabungan, ada potensi bencana yang mengancam di daerah tersebut. Menurut data kebencanaan Jawa Tengah berdasarkan BNPB (2021), kondisi topografi, iklim, geologi, hidrologi, dan penggunaan lahan menentukan potensi kerawanan bahaya terhadap suatau bencana alam. Dari data tersebut, bencana alam yang paling banyak terjadi di Jawa Tengah adalah longsor diikuti banjir.

Hal tersebut melatarbelakangi tim dari Teknik Geologi Undip untuk melakukan kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat. Langkah awal yang dilakukan adalah melakukan koordinasi dengan mitra pengabdian untuk mengetahui kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi. Pemetaan dilakukan pada tiga jenis bencana yaitu tanah longsor, banjir, dan kekeringan. Ketiganya merupakan bencana yang paling sering terjadi di Kelurahan Jabungan, berdasarkan informasi dari Kepala Kelurahan pada tahun 2024. Kegiatan dilakukan dengan metode observasi lapangan untuk mengumpulkan data geologi dan analisis geospasial untuk menyusun peta rawan bencana. Kegiatan telah dilaksanakan pada periode Februari – Juni 2024.

Lokasi pengabdian sendiri secara geomorfologi merupakan perbukitan struktural dengan ciri morfologi bertekstur tersayat ringan-sedang serta dataran fluvial dari sistem sungai dengan pola pengaliran dendritik. Observasi geologi menemukan jenis litologi didominasi batulempung dengan kenampakan warna abu-abu cerah dengan tingkat pelapukan rendah-tinggi. Litologi lain yang ditemukan adalah breksi vulkanik dengan kenampakan warna abu-abu cerah dengan tingkat pelapukan rendah-tinggi. Secara klimatologi, Kelurahan Jabungan, Kecamatan Banyumanik memiliki tingkat curah hujan sekitar 600 mm/th (Pemerintah Kota Semarang, 2024) dan jumlah hari dengan jumlah curah hujan terbanyak adalah 60 hari. Curah hujan yang tinggi tersebut menjadi salah satu faktor pemicu adanya gerakan tanah, dalam hal ini longsor. Sedangkan pada bencana banjir, curah hujan yang tinggi juga menjadi salah satu sebab utamanya. Kelurahan Jabungan memiliki luas wilayah 226,5 ha dengan jumlah penduduk 4.293 jiwa. Tata guna lahan di lokasi pengabdian terdiri dari kawasan pemukiman dengan kepadatan sedang, termasuk kawasan pengembangan komplek perumahan baru, daerah persawahan, ladang/kebun, hutan konservasi, dan tanah kering lainnya. Berdasarkan parameter litologi, kemiringan lereng, curah hujan, dan tata guna lahan, analisis geospasial dihitung dengan raster calculator pada software ArcMap.

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, telah dihasilkan tiga jenis peta rawan bencana yang dibutuhkan bagi pengembangan kawasan Kelurahan Jabungan. Potensi longsor di daerah ini menunjukkan indeks tidak rawan hingga sangat rawan. Perlu diwaspadai daerah yang rawan hingga sangat rawan longsor yang persebarannya cukup luas dan menyeluruh di Kelurahan Jabungan ini. Daerah bagian tenggara lokasi pengabdian memiliki indeks kerawanan banjir yang sedang hingga tinggi. Sedangkan daerah dengan kemiringan lereng lebih tinggi dan dialiri sungai yang lebih kecil, tetap perlu diwaspadai terhadap potensi banjir bandang. Berdasarkan analisis geospasial, potensi bencana kekeringan di Kelurahan Jabungan adalah rendah hingga sedang. Penggunaan lahan yang masih banyak kawasan lahan hijau seperti hutan dan ladang masih tergolong aman dalam menyimpan cadangan air di lokasi pengabdian.

Tim pengabdian menyusun suatu media informasi yang dapat diakses masyarakat yaitu suatu poster informasi potensi kerawanan bencana di Kelurahan Jabungan. Poster yang telah disusun oleh tim pengabdian dari Departemen Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Diponegoro ini diterima dengan baik oleh kepala dan staf Kelurahan Jabungan. Tim pengabdian menghimbau kepada instansi tersebut untuk dapat memperhatikan daerah dengan indeks kerawanan bencana yang tinggi. Kegiatan pengabdian ini merupakan salah satu langkah dalam mitigasi bencana. Mitigasi melibatkan pihak universitas yang menyumbang keilmuan mengenai karakteristik dan pemetaan rawan bencana. Selanjutnya, pihak instansi dan pemerintah daerah yang merangkul masyarakat untuk memahami dan mewaspadai bencana apa yang ada di sekitar tempat tinggal mereka. Pemahaman dan kewaspadaan ini menjadi salah satu modal awal dalam kesiapsiagaan bencana, sehingga dapat dicegah atau diminimalkan kerusakan yang ditimbulkannya.