Baru sepekan sejak gempa tanggal 29 Juli 2018, Pulau Lombok mengalami gempa kembali yang cukup dahsyat pada 5 Agustus 2018 yang lalu. Gempa yang terjadi di darat, sebelah utara Gunung Rinjani ini terjadi pada pukul 18.46 WIB di koordinat -8,37 Lintang dan 116,48 Bujur berkedalaman 15 km dengan besarnya magnitudo 7,0 (sumber: bmkg.go.id).
Karena gempa terjadi di kedalaman yang cukup dangkal, dengan kekuatan yang cukup kuat, tak pelak pemukiman-pemukiman warga di sekitar daerah gempa menjadi rusak. Hingga tadi malam, 6 Agustus 2018, data BNPB menunjukkan bahwa korban jiwa yang jatuh telah berjumlah 98 orang, korban luka-luka 236 orang, ribuan rumah rusak dan pengungsi mencapai ribuan jiwa tersebar di berbagai lokasi (sumber: bnpb.go.id). Bahkan, kemungkinan jumlah korban tersebut masih akan terus bertambah mengingat pencarian di bawah bangunan-bangunan yang runtuh masih terus berlanjut.
Melihat kejadian gempa di Lombok yang cukup dahsyat tersebut, tentunya membangkitkan rasa penasaran kita. Mengapa gempa di Lombok bisa terjadi? Mekanisme apa yang menyebabkan gempa di Lombok tersebut?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, ada baiknya kita mengenal terlebih dahulu tentang konsep tektonik lempeng dan konsep pembentukan gempa.
Permukaan bumi yang kita tempati ini, pada dasarnya terdiri dari lempengan-lempengan kerak yang saling bergerak satu sama lain. Dalam hal di pulau Lombok, pergerakan lempeng yang terjadi adalah saling mendekat satu sama lain, membentuk bentukan palung di selatan Pulau Lombok. Pergerakan saling mendekat sejak jutaan tahun lalu ini kemudian menghasilkan tekanan yang menekan Pulau Lombok hingga pada suatu ketika terjadilah patahan yang melepaskan energi secara tiba-tiba. Pelepasan energi secara tiba-tiba inilah yang kita kenal sebagai gempa bumi.
Secara lebih detail, gempa di Pulau Lombok dapat dijelaskan melalui gambar berikut yang diambil dari situs geologi.co.id. Pada gambar dapat kita lihat bahwa Pulau Lombok diapit oleh subduksi lempeng Australia di bagian selatan dan patahan Flores di bagian utara. Patahan Flores ini memanjang barat-timur dari sebelah utara Pulau Bali hingga sebelah utara pulau-pulau di Nusa Tenggara. Akibat tekanan yang diberikan oleh subduksi Lempeng Australia di Selatan Pulau Lombok, maka patahan Flores yang telah lama terbentuk mengalami reaktivasi, yaitu pergerakan kembali secara tiba-tiba yang mengakibatkan guncangan dahsyat di Pulau Lombok.
Pertanyaan selanjutnya adalah, mengapa pihak BMKG sempat memberikan peringatan tsunami setelah terjadi gempa di Pulau Lombok? Padahal sebagaimana disebutkan di awal bahwa pusat gempa terjadi di darat? Tsunami adalah gelombang airlaut besar yang terjadi ketika terdapat perubahan ketinggian muka air laut akibat perubahan ketinggian permukaan dasar laut oleh gempa, gunung berapi, maupun meteor (sumber: geology.com).
Pada kasus Pulau Lombok, Patahan Flores yang menyebabkan terjadinya gempa merupakan patahan naik yang menunjam dari utara ke bagian bawah pulau Lombok. Akibat adanya pergerakan patahan, maka terjadilah kenaikan batuan patahan di bagian laut. Kenaikan batuan inilah yang kemudian menaikkan permukaan dasar laut yang pada gilirannya menyebabkan gelombang tsunami. Meskipun dari berita kita mendengar bahwa tsunami yang dihasilkan dari gempa di Pulau Lombok ini hanya memiliki ketinggian sekitar 13 cm saja sehingga tidak membahayakan warga yang tinggal di daerah pesisir (sumber: regional.kompas.com).
Kira-kira demikian penjelasan singkat mengenai gempa di Pulau Lombok. Semoga tulisan singkat ini dapat memperkaya khazanah keilmuan kita khususnya di bidang kebencanaan alam (admin).
Sumber Gambar: https://geologi.co.id/2018/08/06/lombok-digencet-dua-patahan-raksasa/